Cari Blog Ini

Sabtu, 28 Maret 2015


KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan limpahan rahmat, taufik serta hidayah-NYA, penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Sastra Anak”.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari zaman jahiliyah menuju zaman islamiyah, dan semoga di akhir zaman nanti kita mendapatkan syafaat-Nya, Amin.
Sehubungan dengan selesainya penulisan makalah ini maka penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Semua pihak yang peduli terhadap kami,demi terwujudnya makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, kami menyadari atas kekurangan kami dalam menyusun makalah. Kami mohon ma’af jika ada penulisan yang salah, kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan tulisan ini. Akhirnya dengan harapan makalah yang masih sederhana dan masih banyak kekurangan ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan bagi pembaca pada umumnya.



   Tulungagung, 29 Maret 2015



Penyusun



BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Masa kanak-kanak disebut juga dengan masa emas dari pertumbuhan sepanjang kehidupan seseorang. Masa itu biasa disebut pula masa kritis, karena apa yang terjadi pada periode itu amat menentukan kehidupan seseorang di kemudian harinya. Masa emas inilah masa yang tepat untuk memberikan perhatian secara khusus misalnya saja memberikan perhatian lewat pemberian bacaan yang sesuai dengan karakteristik seorang anak. Bacaan-bacaan yang diberikan kepada anak disebut dengan sastra anak.
Sastra anak menawarkan pengayaan bahasa, tidak hanya berupa kosa kata namun juga ekspresi-ekspresi yang berupa kalimat, paragraf atau dialog Tentunya dengan menggunakan kalimat-kalimat sederhana yang mudah dipahami oleh seorang anak. Untuk membangun karya sastra tersebut, maka karya sastra anak harus memiliki unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Dalam pembahasan ini kami akan menjelaskan unsur-unsur tersebut, agar kita bisa mengetahui tentang hal-hal menarik yang terdapat di dalam sastra anak tersebut, sehingga kita akan bisa memahami cerita dari sastra anak tersebut.  

I.2 Rumusan Pembahasan Masalah

1.      Apa unsur intrinsik yang terkandung dalam sastra anak?
2.      Apa unsur ekstrinsik yang terkandung dalam sastra anak?

I.3 Tujuan Pembahasan Masalah

1.      Dapat menjelaskan unsur-unsur intrinsik dalam sastra anak.
2.      Dapat mendeskripsikan unsur ekstrinsik dalam sastra anak.


BAB II

PEMBAHASAN


2.1 Unsur Intrinsik Sasta Anak

Sastra anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak masa kini, yang dapat dilihat dan dipahami melalui mata anak-anak.[1] Di dalam sastra anak terdapat unsur-unsur yang dapat membangun karya sastra anak tersebut, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur instrinsik, merupakan unsur-unsur yang membangun karya itu sendiri, unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur faktual yang akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur-unsur intrinsik dalam suatu cerita merupakan unsur-unsur yang secara langsung turut serta dalam membangun cerita.[2] Kepaduan antar berbagai unsur instrinsik inilah yang membuat suatu cerita dapat tewujud. Berikut ini unsur-unsur intrinsik sastra Anak:
1.      Alur atau Plot
A.    Hakekat Alur atau Plot
            Alur atau plot kadang-kadang disebut juga dengan jalan cerita,yaitu struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun secara kronologis. Alur atau plot adalah jalan cerita.  Dalam cerita anak, penggunaan alur tidak serumit dalam cerita orang dewasa. Hal itu disebabkan oleh pengalaman dan daya berpikir anak yang masih terbatas untuk memahami ide-ide yang rumit. Penggunaan alur yang sederhana ini biasa disebut dengan alur datar. Alur datar dijabarkan melalui gaya bercerita secara langsung.
 Alur dibangun oleh beberapa peristiwa yang biasa disebut unsur Alur. Unsur-unsur alur ialah:
a.       Perkenalan
b.      Pemikiran
c.       Puncak / klimaks
d.      Peleraian
e.       Akhir
Unsur-unsur alur ini tidak selalu urutannya bersusun seperti itu tetapi ada juga yang dari tengah dulu lalu kembali ke peristiwa awal, kemudian berakhir. Ada juga yang dari akhir terus menuju ke tengah, sampai ke awal cerita. Karena kedudukan unsur-unsur inilah, maka ada yang disebut alur maju, alur mundur dan alur maju mundur.
2.       Penokohan
A.    Hakekat Penokohan
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tentang seperti yang diekspresikan dalam ucapan serta apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh dan penokohan merupakan satu struktur yang padu. Gambaran tentang seorang tokoh dengan segenap perilakunya tentu sajasekaligus menguraikan tentang gambaran tentang perwatakannya. cara menghadirkan perwatakan atau penokohan ini dapat dilakukan oleh pengarang dengan dua cara, yaitu:
1)      Penggambaran analitik atau penggambaran langsung yang dilakukan seorang pengarang tentang watak atau karakter tokoh. Misalnya: penggambaran seorang tokoh yang keras kepala, setia, penyabar, emosional, religius, dsb.
2)      Penggambaran dramatik atau penggambaran perwatakan yang tidak dilakukan secara langsung oleh pengarang. Misalnya: melalui pilihan nama,atau tokoh, penggambaran fisik atau postur tubuh, dan melalui dialog.
B.     Kajian Penokohan
a)       Tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam cerita. Tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya tidak dipentingkan dalam penceritaan.
b)      Tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tetragonis. Tokoh protagonis merupakan tokoh yang banyak disenangi Karena tokoh protagonis memiliki sifat yang baik-baik. tampak kian rukun, karena yakin bahwa setelah rumahnya jadi, akan segera ditempatinya dengan tenang. Tokoh antagonis merupakan kebalikan atau lawan dari tokoh protagonis.
c)      Tokoh tetragonis
Tokoh tetragonis merupakan tokoh penengah diantara pertikaian yang terjadi, biasanya tokoh tetragonis hadir menjelang akhir cerita.
3.    Tema dan Moral
Tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema merupakan ide pusat atau pikiran pusat, arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra, gagasan sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber konflik-konflik.[3] Dalam suatu novel akan terdapat satu tema pokok dan sub-subtema. Tema pokok adalah tema yang dapat memenuhi atau mencakup isi dari keseluruhan cerita.
Tema dapat digolongkan menjadi dua, tema tradisional dan nontradisional. Tema tradisional adalah tema yang biasa atau sudah diketahui secara umum oleh masyarakat. Tema ini banyak digunakan dalam berbagai cerita seperti, kebenaran dan keadilan mengalahkan kejahatan, kawan sejati adalah kawan di masa dulu, atau setelah menderita orang baru mengingat Tuhan. Tema non tradisional adalah tema yang tidak sesuai dengan harapan pembaca atau melawan arus. Pada dasarnya pembaca menggemari hal-hal yang baik, jujur, kesatria, atau sosok protagonis harus selalu menang, namun pada tema nontradisonal tidak seperti itu.[4]
Moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok masyarakat dalam mengatur tingkah laku. Moral berasal dari bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adab atau kebiasaan. Moral dalam kamus bahasa indonesia diartikan sebagai penentuan  terhadap perbuatan baik buruk dan kelakuan[5]

4.    Latar
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar meliputi penggambaran letak geografis (termasuk topografi, pemandangan, perlengkapan, ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh, waktu berlakunya kejadian, musim, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh.[6]
Latar dibedakan menjadi dua, latar netral dan latar tipikal. Latar netral merupakan latar yang tidak mendeskripsikan secara khas dan tidak memiliki sifat fungsional. Latar netral tidak menjelaskan secara pasti cerita terjadi dimana, kapan, dan dalam lingkungan sosial yang seperti apa. Contoh latar netral seperti di desa, kota, hutan, suatu waktu, dan lain sebagainya. Lain halnya dengan latar tipikal, latar tipikal menjelaskan secara konkret sifat khas latar tertentu. Kejelasan latar tipikal memudahkan pembaca dalam pengimajinasian, karena pada latar tipikal ada keterkaitan yang rapat dengan realitas pada kehidupan nyata.[7]
Unsur-unsur Latar
Unsur-unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Berikut ulasan tentang unsur-unsur latar tersebut.[8]
a)      Latar Tempat
Latar tempat adalah suatu unsur latar yang mengarah pada lokasi dan menjelaskan dimana peristiwa itu terjadi. Bila latar tersebut termasuk latar tipikal, akan disebutkan nama dari tempat tersebut. Bisa berupa nama terang seperti Yogyakarta, Jakarta, Madiun, atau nama inisial seperti, Y, J, M.
b)     Latar Waktu
Latar waktu merupakan unsur latar yang mengarah pada kapan terjadinya suatu peristiwa-peristiwa di dalam sebuah cerita fiksi. Waktu dalam latar dapat berupa masa terjadinya peristiwa tersebut dikisahkan, waktu dalam hitungan detik, menit, jam, hari, bulan, tahun, dan lain sebagainya. Memahami latar waktu harus dikaitkan dengan unsur latar yang lain, karena sudah menjadi syarat utama bagi karya fiksi memiliki sifat yang padu.
c)      Latar Sosial
Latar sosial adalah latar yang menjelaskan tata cara kehidupan sosial masyarakat yang meliputi masalah-masalah dan kebiasan-kebiasaan pada masyarakat tersebut. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, cara berpikir, dan lain sebagainya. Penggunaan bahasa dan nama-nama tokoh juga dapat diidentifikasi menjadi latar sosial.
5.      Stile
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan perasaan atau pikiran dengan bahasa sedemikian rupa, sehingga kesan dan efek terhadap pembaca atau pendengar dapat dicapai semaksimal dan seintensif mungkin.[9] Bahasa yang dipilih pengarang untuk kemudian dipakai dalam naskah drama tulisannya pada umumnya adalah bahasa yang mudah dimengerti (bersifat komunikatif), yakni ragam bahasa yang dipakai dalam kehidupan keseharian.Bahasa yang berkaitan dengan situasi lingkungan, sosial budaya, dan pendidikan. Bahasa yang dipakai dipilih sedemikian rupa dengan tujuan untuk menghidupkan cerita drama, dan menghidupkan dialog-dialog yang terjadi di antara para tokoh ceritanya. Demi pertimbangan komunikatif ini seorang pengarang drama tidak jarang sengaja mengabaikan aturan aturan yang ada dalam tata bahasa baku.

6.    Ilustrasi
Ilustrasi adalah proses penggambaran objek, baik visual maupun audio dan lain-lain. Komunikasi visual merupakan suatu komunikasi melalui wujud yang dapat diserap oleh indera pengelihatan. Pada media komunikasi, khususnya media cetak, terdiri atas beberapa unsur yaitu warna, tipografi, ilustrasi, layout, fotografi, dan lain sebagainya.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, ilustrasi dibagi menjadi dua jenis yaitu ilustrasi audio dan ilustrasi visual.
a.       Ilustrasi audio berarti musik yang mengiringi suatu pertunjukan sandiwara di pentas, radio atau musik yang melatari sebuah film.
b.       Ilustrasi visual atau yang lebih dikenal dengan kata lain ilustrasi yaitu gambar dapat berupa foto atau lukisan untuk membantu memperjelas isi buku, karangan, dan sebagainya ; dapat juga bermakna gambar, desain, diagram untuk penghias halaman sampul.
7.    Format
     Format adalah Ukuran, bentuk dan karakteristik fisik umum dari publikasi.[10]  Format menulis karya fiksi terkait dengan permasalahan ide (tema), fakta cerita dan sarana cerita. Secara keseluruhan karakteristik dan hambatan itu berupa hal yang terkait dengan:[11]
a.       Menggali sumber ide dan mengembangkannya secara optimal.
b.      Menyusun struktur alur.
c.       Membuat awal yang menarik.
d.      Menentukan ending.
e.       Menggarap konflik dan klimaks cerita.
f.       Menciptakan karakter tokoh yang kuat.
g.      Menggambarkan tokoh secara tepat dan variatif.
h.      Memanfaatkan latar yang detail untuk menghidupkan cerita.
i.        Membuat dialog yang hidup.
j.        Penulisan dialog yang tepat.
k.      Memilih diksi yang mampu membangun emosi dan karakter tokoh.
l.        Pemisahan dialog dan narasi dalam paragraf.
m.    Penulisan dengan memperhatikan EYD.
n.    Memilih judul yang menarik.

2.2 Unsur ekstrinsik sastra anak

Unsur ekstrinsik adalah unsur pembentuk karya sastra di luar karya sastra, meliputi: latar belakang kehidupan penulis, keyakinan dan pandangan hidup penulis, adat istiadat yang berlaku pada saat itu, situasi politik (persoalan sejarah), ekonomi, dsb. Unsur-unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih khusus lagi ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, tetapi tidak menjadi bagian di dalamnya. Walaupun demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkannya. Pemahaman unsur ekstrinsik suatu karya sastra, bagaimanapun, akan membantu dalam hal pemahaman makna karya itu mengingat bahwa karya sastra tak muncul dari situasi kekosongan budaya.[12]
A.    Amanat
     Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Amanat dapat disampaikan secara implisit, yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir, dapat pula secara eksplisit  yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita[13]
B.     Nilai Informatif
Nilai informatif adalah nilai yang didalamnya terdapat suatu informasi yang membangun. Suatu informasi dalam suatu sastra akan berguna jika informasi tersebut dapat merubah perilaku seperti yangdiharapkan.
C.    Nilai Edukatif
Nilai edukatif merupakan nilai-nilai pendidikan yang di dalamnya mencakup sikap individu dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Nilai edukatif dalam kehidupan pribadi merupakan nilai-nilai yang digunakan untuk melangsungkan hidup pribadi, mempertahankan sesuatu yang benar dan untuk berinteraksi. Nilai edukatif dalam kehidupan sosial merupakan nilai-nilai yang dapat menuntun tiap individu ketika berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat[14].
Menurut Tillman nilai edukatif, yaitu nilai untuk mengekspresikan gagasan-gagasan, menggali apa yang dapat kita lakukan untuk membuat dunia lebih baik[15]. Nilai edukatif mencangkup empat nilai, diantarnya nilai sosial, nilai kepribadian, nilai filosofis, dan nilai religius. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai edukatif adalah batasan segala sesuatu yang mendidik ke arah kedewasaan, bersifat baik maupun buruk sehingga berguna bagi kehidupannya yang diperoleh melalui proses pendidikan.
Proses pendidikan bukan berarti hanya dapat dilakukan dalam satu tempat dan suatu waktu. Pendidikan juga dapat dilakukan dengan pemahaman, pemikiran, dan penikmatan karya sastra. Karya sastra sebagai pengemban nilai-nilai pendidikan diharapkan keberfungsiannya untuk memberikan pengaruh positif terhadap cara berpikir pembaca mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Hal ini karena karya sastra merupakan salah satu sarana mendidik diri serta orang lain sebagai unsur anggota masyarakat.
Dalam karya sastra memuat nilai-nilai kehidupan karya sastra yang bukan semata-mata sebagai hiburan belaka tetapi juga harus bisa memberikan ajaran kebaikan kepada pembacanya atau para penikmat sastra dengan demikian karya sastra bukan semata-mata sebagai karya seni saja tetapi bisa juga tuntunan atau ajaran-ajaran kehidupan bagi masyarakat, karena sastra yang baik mampu mempengaruhi sikap dan tingkah laku pembaca atau penikmat sastra, perilaku itu akan nampak dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai pribadi (individu) maupun sebagai makhluk soisal.


BAB III

PENUTUP


KESIMPULAN
            Di dalam sastra anak terdapat unsur-unsur yang dapat membangun karya sastra anak, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik karya sastra anak yaitu : Alur disebut juga dengan jalan cerita yaitu struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun secara kronologi, penokohan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita, tema yakni ide yang mendasari cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya dan moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok masyarakat dalam mengatur tingkah laku., latar yakni segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita., stile gaya bahasa adalah cara mengungkapkan perasaan atau pikiran dengan bahasa sedemikian rupa, sehingga kesan dan efek terhadap pembaca atau pendengar dapat dicapai semaksimal dan seintensif mungkin, ilustrasi proses penggambaran objek, baik visual maupun audio dan lain-lain., format adalah Ukuran, bentuk dan karakteristik fisik umum dari publikasi
      Sedangkan dalam unsur ekstrinsik terdapat amanat yakni ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Amanat dapat disampaikan secara implisit dapat pula secara eksplisit, nilai informatif nilai yang didalamnya terdapat suatu informasi yang membangun. Suatu informasi dalam suatu sastra akan berguna jika informasi tersebut dapat merubah perilaku seperti yangdiharapkan, nilai edukatif merupakan nilai-nilai pendidikan yang di dalamnya mencakup sikap individu dalam kehdupan pribadi maupun kehidupan sosial.


DAFTAR RUJUKAN


Achmeed dalam http://kangachmeed.blogspot.com/2012/11/drama-dan-dialog_22.html diakses pada tanggal 26 oktober 2014
Arnulengaku dalam,  http://arnulengaku.blogspot.com/p/analisis-pesan-moral-dalam-novel-laskar.html diakses pada tanggal 26 oktober 2014
A. Sayuti, Suminto, dkk. Dalam staff.uny.ac.id/sites/default/files. diakses tanggal 27-10-2014
Bayu, kesuma. Unsur-unsur dan Nilai Sastra, dalam http://kesumabayu2012.wordpress.com/2012/12/18/unsur-unsur-dan-nilai-nilai-sastra/. diakses pada 17/10/2014.
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2009).
Diane, Tillman. Pendidikan Nilai Untuk Kaum Muda Dewasa. (Jakarta: Grasindo, 2004).
E Rolnicki, Tom. Pengantar dasar jurnalisme. (Jakarta: prenatal media grub rawamangu, 2008)
Guntur, Tarigan Henry, Dasar-Dasar Psikosastra (Bandung:Angkasa, 1995).
Leksono, Pujo. Tema dan Amanat, dalam http://papuj.blogspot.com/2011/02/tema-dan-amanat.html. diakses pada  17/10/2014.
Setorini, Fikamaulana Lindri. Nilai Edukatif dalam Cerita Bergambar Keluarga Bobo. dalam http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/sastra-indonesia/article/view/21/0, diakses tanggal 27 Oktober 2014.
Susanti, Desi dalam, http://desisusanti16.blogspot.com/2012/04/unsur-unsur-intrinsik-dalam-cerita.html diakses pada tanggal 26 oktober 2014
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2009).
Wicaksono, Andri.  kajian unsur intrinsik sastra anak. dalam http://andriew.blogspot.com/2011/04/kajian-unsur-intrinsik-sastra-anak.html. diakses pada tanggal 17 Oktober 2014.



[1] Henry Guntur Tarigan, Dasar-Dasar Psikosastra (Bandung:Angkasa, 1995), hal. 5
[2]Andri Wicaksono,  kajian unsur intrinsik sastra anak, dalam  http://andriew.blogspot.com/2011/04/kajian-unsur-intrinsik-sastra-anak.html, diakses pada tanggal 17 Oktober 2014 jam:07.30

[3] Wonodiryo, dalam http://wonoderyo.blogspot.com/2014/01/unsur-intrinsik-drama-materi-bahasa.html diskses pada tanggal 26 oktober 2014 pukul 09:00
[4] Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2009), halaman 77
[5] Arnulengaku dalam,  http://arnulengaku.blogspot.com/p/analisis-pesan-moral-dalam-novel-laskar.html diakses pada tanggal 26 oktober 2014 pukul 09:00
[6] Achmeed dalam,  http://kangachmeed.blogspot.com/2012/11/drama-dan-dialog_22.html diakses pada tanggal 26 oktober 2014 pukul 09:25
[7] Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2009), halaman 220
[8] Ibid, halaman 227
[9] Desi susanti dalam, http://desisusanti16.blogspot.com/2012/04/unsur-unsur-intrinsik-dalam-cerita.html diakses pada tanggal 26 oktober 2014 pukul 09:32
[10] Tom E Rolnicki, Pengantar dasar jurnalisme (Jakarta: prenatal media grub rawamangu, 2008) hal 412
[11] Suminto A. Sayuti, dkk. Dalam staff.uny.ac.id/sites/default/files diakses tanggal 27-10-2014 11.00
[12] Kesuma bayu, Unsur-unsur dan Nilai Sastra, dalam http://kesumabayu2012.wordpress.com/2012/12/18/unsur-unsur-dan-nilai-nilai-sastra/, diakses pada 17/10/2014
[13]Pujo Leksono, Tema dan Amanat, dalam http://papuj.blogspot.com/2011/02/tema-dan-amanat.html, diakses pada  17/10/2014
[14] Lindri Setorini Fikamaulana, Nilai Edukatif dalam Cerita Bergambar Keluarga Bobo, dalam http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/sastra-indonesia/article/view/21/0, diakses tanggal 27 Oktober 2014 pukul. 19.00
[15] Tillman, Diane.. Pendidikan Nilai Untuk Kaum Muda Dewasa.(Jakarta: Grasindo, 2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar